2015 merupakan tahun ke 39 perayaan salah satu festifal film terbesar se-Asia, yaitu Hong Kong International Film Festival (HKIFF) yang diadakan pada 23 Maret hingga 6 April 2015. Terdapat dua film Indonesia yang berhasil menembus ke jajaran line up festival ini. Dalam kategori Short Competition terdapat Lembusura karya Wregas Bhanuteja yang baru saja lulus dari Institut Kesenian Jakarta dan di Feature Film terdapat film Look of Silence karya Joshua Oppenheimer.
Sebelum berjalan-jalan ke Hong Kong, film Lembusura terlebih dahulu berkompetisi di Berlinale 2015 dalam program Short Film. Trailer Lembusura dapat di lihat dibawah ini:
Senang sekali rasanya saya bersama dengan Wregas Bhanuteja (Sutradara), Wulang Sunu (Penata Artistik), dan pemain sosok Lembusura yaitu Yohanes Budyambara berkesempatan untuk menghadiri perayaan HKIFF ke 39.
Ini merupakan pengalaman pertama saya mengalami festival film internasional yang berada di luar negeri. Panitia HKIFF menyambut kami berempat dengan sangat baik dan ramah. Euforia festival film ini juga bisa disarasakan di berbagai penjuru kota, karena banner HKIFF terpajang dimana-mana, mulai dari iklan digital di pinggir jalan sampai pada badan-badan bus kota.
Kegiatan pertama kami di Hong Kong adalah menghadiri pemutaran film Lembusura pada tanggal 1 April 2015, bertempat di Agnes B Cinema, Hong Kong Arts Center. Lembusura diputar bersama beberapa film kompetitor dari Amerika, China, Jerman, Perancis dan Inggris yang terdapat dalam satu program Short Competition I. Pemutaran di tengah hari kerja kali ini disebut panitia HKIFF lebih ramai dari biasanya. Respon dari penonton terhadap film Lembusura juga positif. Penonton paham akan jokes jawa yang ada dalam film dan tertawa saat menonton Lembusura. Kemudian terjadi diskusi yang menarik antara kami setelah sesi pemutaran film berakhir. Lucunya ada salah seorang penonton mengetahui tentang girlband Indonesia yang lagunya menjadi background musik salah satu adegan dalam film Lembusura yaitu JKT48, this definitely surprised us hahaha. Juga terdapat seorang fotografer Hong Kong yang sangat tertarik dengan kota latar tempat film Lembusura dibuat, sehingga membuatnya ingin berkunjung ke Yogyakarta untuk hunting foto yang akan digunakannya sebagai tugas akhir perkuliahan.
Hari ketiga di Hong Kong diisi dengan mengikuti kegiatan makan siang bersama para filmmaker dari seluruh dunia yang berkompetisi pada HKIFF kali ini. Saya berada pada satu meja dengan dua kandidat dari Short Film dan dua kandidat dari Feature Film yakni film Blue Hour dari Thailand dan Voice of The Water dari Jepang. Dikesempatan itu saya juga bertemu dengan sutradara senior dari Filipina bernama Kidlat Tahimik, beliau tidak lain adalah guru dari mantan dekan Fakultas Film & TV Institut Kesenian Jakarta, almarhum Gotot Prakosa, sayangnya saya lupa ambil foto bersama Pak Kidlat! Satu lagi yang kocak, beberapa kali saya dikira pemain film oleh para filmmaker yang ada di HKIFF 😂
Hari ke empat kami di Hong Kong, 3 April 2015, adalah acara puncak dari Hong Kong International Film Festival, yaitu Award Gala. Kami bertemu dengan sutradara Iran, Mohsen Makmalbaf yang mempunyai program Focus On dalam HKIFF 2015. Awalnya saya kira acara awarding semacam ini akan diadakan di sebuah hall atau tempat yang memang khusus diadakan untuk perayaan secara tertutup, eh tapi ternyata setelah sampai di tempatnya kami sempat kebingungan dan bertanya-tanya "Eh ini beneran di tengah mall kaya acara ekspo-ekspo di mall Indonesia?". Awalnya kami kira itu bukan venue utamanya, sampai-sampai kami muterin mall dari lantai bawah hingga ke atas lalu ke bawah lagi dan menemukan memang benar adanya bahwa acara penutupan diadakan di tengah-tengah mall. Award Gala disini juga gak kebanyakan basa basi tanpa banyak selingan pertunjukan yang memanjakan mata, "thes thes thes" kalau bahasa jawanya. Diawali dengan pemberian award pada pemenang ditiap kategori kemudian ditutup dengan makan malam bersama di sebuah restoran yang menghidangkan menu-menu oriental.
Lima hari berada di Hong Kong sangat membuka wawasan dan memberikan angin segar dalam kamus saya tentang sinema. Saya melihat beragam bentuk film mulai dari yang bisa bikin tidur sampai yang membuat saya berpikir "kok bisa gitu ya?". Disini saya jadi paham bahwa latar belakang sosial, budaya, motif, interest dan berbagai pengalaman personal lain dari si pembuat film merupakan hal utama yang sangat mempengaruhi bagaimana bentuk dan naratif dalam sebuah film.