
Pada awalnya saya memang tidak merencanakan untuk singgah di Desa Adat Praiijing, namun sempat tertulis dalam bucket list pada saat merencanakan perjalanan ke Sumba. Tetapi tempat ini akhirnya saya ganti dengan Desa Adat Ratenggaro karena melihat referensi diinternet yang menyatakan bahwa aksesnya lebih mudah dicapai. Namun setelah bertemu dan berdiskusi dengan sopir sekaligus guide kami, Pak Yacub, beliau ternyata lebih merekomendasikan kami untuk pergi ke Praiijing saja dari pada Ratenggaro karena secara lebih dekat dan jalurnya searah menuju ke Sumba Timur. Kalau dalam melakukan perjalanan seperti ini, berganti rute untuk efisiensi sih tak apa bagi saya, toh juga baik Ratenggaro dan Praiijing sama-sama menarik, keduanya belum pernah saya datangi.
Berlokasi 3 kilometer dari pusat kota Waikabubak, jalanan menuju ke Desa Adat Praiijing sudah beraspal baik, sehingga mempermudah dan mempercepat waktu untuk menuju kesana. Namun karena letaknya berada di atas bukit, jalanan ke Praiijing sudah pasti meliuk-liuk dan naik turun, jadi untuk yang suka mabok darat lebih baik sedia obat untuk mengatasinya, daripada melewatkan pemandangan sepanjang perjalanan menuju ke Praiijing, karena kalian akan disuguhi pemandangan dengan hamparan persawahan yang juga terlihat bentang Kota Waikabubak, Sumba Barat dari atas.


Kami sampai di Praiijing disaat matahari hampir tenggelam, sekitar jam 5 sore waktu Indonesia Timur. Setelah memasuki gerbang Praiijing yang terkesan primitif, suasana sepi dan sejuk terasa sejak kami turun dari mobil. Saya dan Wregas disambut oleh seekor anjing yang sedang duduk diatas batu-batuan megalitik, seolah sedang bertugas menjaga keamanan Desa Adat Praiijing. Lolongan anjing-anjing lainnya pun ikut mengiringi langkah kami ketika berjalanan memasuki desa.
Walaupun rumah-rumahnya masih berbentuk Uma Mbatangu atau rumah berpuncak, Desa Adat Praiijing sudah terakses oleh listrik juga lho, sehingga banyak warga yang sore itu sedang bersantai menonton televisi sambil memasak atau pun . Listrik mereka berasal dari panel solar yang terdapat di dekat gapura masuk desa.


Di seberang desa ini, terdapat sebuah bukit kecil yang digunakan sebagai sightseeing Desa Adat Praiijing secara keseluruhan dan juga bisa untuk menikmati sunrise dikala pagi.
Waktu terbaik untuk berkunjung ke Desa Adat Praijing sebenarnya tergantung pada pencapaian estetik yang ingin dinikmati kali ya, kalau ingin agak mistik-mistik dan dingin gitu bisa datang diwaktu sore seperti ketika saya datang, namun jika ingin melihat aktifitas warga dengan cerahnya matahari bisa datang di pagi atau siang. Kesimpulannya adalah Desa Adat Praiijing cocok untuk disinggahi diwaktu kapan pun, baik pagi, siang maupun sore, semuanya indah!





Tidak ada komentar:
Posting Komentar