Berikut merupakan foto kami selepas penerimaan penghargaan Film Pendek Terbaik di Festival Film Indonesia 2016, difoto oleh dr. Tompi, menggunakan kamera film Mamiya dan kini terpajang apik ditengah-tengah koridor Plaza Indonesia.
Enter a futuristic world of high-tech interactive artworks at Future World, created in collaboration with teamLab, a renowned Japanese interdisciplinary art collective. Be immersed in a world of art, science, magic, and metaphor through a collection of cutting-edge digital installations.
Future World is a permanent exhibition. The installations will change
and evolve overtime to keep the exhibition fresh and relevant.
To ensure that all visitors have ample and quality time to interact with each artwork, admission times are as follows: 10:00am, 11:30am, 1:00pm, 2.30pm, 4:00pm, and 5:30pm (last entry). Please note that during peak hours, a queue may be expected at the exhibition entrance.
For a smooth and pleasant visit to the Museum, we recommend that tickets be purchased online prior to your visit. Apart from ArtScience Museum’s Box Office, tickets are also available at the Sands Theatre Box Office (B1, Marina Bay Sands).
Text from Marina Bay Sands

















Hari ini adalah hari yang paling ditunggu, malam nanti acara Awarding Night akan dilangsungkan. Tapi saya sedih juga, Wregas harus pergi hari ini dan tidak hadir bersama kami pada malam penghargaan nanti. Hari ini juga hari terakhir kami berada di Singapore, tapi kami gak sempat jalan-jalan lagi. Dipagi hari kami melakukan photoshoot di Hotel Ibis Bencoleen kemudian dilanjutkan makan siang bersama filmmaker di SGIFF Lounge.
Sebelum saya, Rosa dan Priyo bersiap untuk Awarding Night, saya mengantar Wregas cari taksi dulu di Jembatan Qlarke Quay. Satu taksi, dua taksi, lewat sudah. Tak ada yang berhenti, berhenti pun sudah dipesan ternyata. Wregas memang tidak pesan taksi sebelumnya, karena jika pesan lewat hotel akan kena charge $10, lumayan banget kan itu.. Belum juga tarif taksinya sendiri nanti ke Bandara. Akhirnya karena terlalu lama menunggu saya menyuruh Wregas untuk naik MRT saja, murah dan cepat pastinya, tapi harus repot berjalan dulu dengan bawaan yang cukup banyak itu.
Wregas sudah pergi. Baru saja saya dan Rosa berdandan-dandan (atau kami yang berdandan dengan lamban karena gak bisa dandan) waktu sudah menunjukan pukul 6 sore. Kami kemudian segera bergegas, saya belum sempat catok rabut, oh tidak! Untungnya Priyo sudah memesankan kami taksi, jadi tidak perlu nunggu-nunggu lagi. Sampai di Master Card Theater ternyata kami sudah telat! Para kandidat Film Pendek sudah masuk semua, akhirnya kami bergabung diantrian Film Panjang.
Tapi tenang, sampai didalam belum mulai kok acaranya, kami hanya telat kloter masuk saja. Di dalam louge theater kami akhirnya bertemu dengan sineas-sineas Indonesia yang juga berkompetisi di SGIFF 2016 dan juga ada Mbak Mira Lesmana sebagai Head Jury untuk film pendek, ada Mbak Shanty Harmayn yang hadir dan See Heng yang filmnya "Arnie" satu kompetisi dengan kami di Semaine de la Critique Cannes serta di SGIFF
Pukul 7 kami dipersilakan masuk ke dalam theater. Rosa udah agak ngliyeng katanya karena kebanyakan minum. Kalau saya tetap kelaparan walaupun udah makan kudapan-kudapan mini yang telah disajikan. Saat kami masuk kedalam theater, tak disangka-sangka, didepan kami berjalan seorang wanita bergaun putih yang beberapa hari sebelumnya tak sengaja berpapasan dengan kami di Art Galery, ternyata memang benar dia, Naomi Kawaze. Seorang Sutradara wanita dari Jepang kesukaan Wregas Bhanuteja.
Saya dan Rosa duduk terpisah dengan Priyo, panitia menyuruh kami begitu. Padahal kursi-kursi disebelah saya dan Rosa banyak yang kosong. Mana kamera saya masih dipegang panitia lagi, saya kan jadi gak bisa foto-foto. Awarding Night dibuka dengan pembacaan nominasi dan para pemenang dikategori film-film pendek. Ada beberapa award untuk film pendek, yang saya ingat adalah "Best Singapore Short Film", "Young Jury Award" , dan "Best Asia Short Film" dimana Prenjak keluar sebagai pemenangnya! Saya deg-degan pada saat pembacaan nominasi saja karena ada dua film yang cukup menjadi lawan berat Prenjak, sebelum itu biasa banget rasanya.
Kemudian kami bingung siapa yang harus maju ke panggung, kami liat-liatan dulu karena Priyo duduk cukup jauh dengan kami, tapi akhirnya kami bertiga maju semua dan disambut Mbak Mira diatas panggung. Saya, Rosa dan Priyo pun gak ngeh apa yang Priyo ucapkan diatas panggung karena kami masih speechless dan Priyo agak kind of ngefly. Setelah pemberian piala kami langsung dibawa ke backstage untuk wawancara pemenang. Didepan ruangan wawancara sudah duduk Mas Bayu Prihatoro yang filmnya "On The Origin of Fear" menang dalam kategori "Special Mention South East Asian Short Movie".

![]() |
Naomi Kawaze was right behind! |
![]() |
Wrapped in Lurik & Batik by Lulu Luthfi Labibi |

Agenda siang ini cukup lowong, jadi kami memutuskan untuk mendatangi pameran di ArtScience Museum yang berjudul When Art Meets Science, artikelnya bisa dibaca disini.
Setelah itu kami beranjak ke Art Gallery Singapore untuk menonton salah satu film panjang yang sedang berkompetisi di SGIFF, dengan judul "Live From Dhaka". Kami memilih menonton film ini karena cukup mempunyai kedekatan dengan skrip film panjangnya Wregas, jadi ya untuk menambah referensi. Film ini tidak berwarna, alias hitam putih dan bercerita tentang sesosok wanita yang harus berjuang demi.... ya saya gak mau spoiler lagi deh. Intinya saya sukses tertidur pulas ketika didalam bioskop pemutaran berkat efek obat yang saya minum sebelumnya, maklum lagi masuk angin.
Ada cerita lucu saat kami berada di Art Gallery Singapore ini. Jadi ketika hendak registrasi sebelum pemutaran film, lewatlah sesosok wanita berpostur tinggi dan berambut pendek dihadapan saya, Pria juga melihatnya. Saya hanya membatin "Bu Naomi?". Setelah kami keluar gedung untuk menunggu pemutaran terjadilah perbincangan yang menghebohkan ini.
Pria: "Kalian tadi pada lihat gak sih?"
Rosa: "Liat apa, Pri?"
Pria: "Naomi Kawaze.."
Wregas: "Hah? Naomi Kawaze?? Masak??"
Ersya: "Weh? Jadi bener to itu tadi Naomi Kawaze, aku cuma mbatin aja sambil bingung.."
Wregas: "Woh woh woh mana mana? Masih ada gak?"
Pria: "Yo udah gak ada, tadi dia lewat pas kamu nulis diregistrasi."
Wregas: "Wah semprul! Kok gak ngasih tau??"
Pria & Ersya: "Lha kita wae yo bingung og.."
Buat yang belum tahu Naomi Kawaze itu siapa, bisa gugling digoogle dewe wae yak. Informasi tentang beliau banyak sekali, ndak usah tak suapin, makan sendiri aja hehe. Intinya dia adalah Sutradara wanita dari Jepang favoritnya Wregas Bhanuteja.
Kemudian Wregas kuciwa berat dengan peristiwa besar ia lewatkan tadi. Selesai menonton film kami kembali ke hostel untuk bersiap-siap menghadiri pemutaran film "Prenjak" di National Gallery Singapore, asli gedungnya keren parah!



Kami senang sekali pemutaran "Prenjak" disini dihadiri oleh teman-teman dekat yang memang berdomisili di Singapore untuk sekolah dan bekerja, ada Wintang & Mario, Valen & temannya, tak lupa juga Mas Tengku (sahabat Wregas dari kuliah) yang datang langsung dari Johor Baru. Dalam sesi kami terdapat 5 film pendek lain yang juga diputar. Salah satunya adalah film "Arnie" yang juga satu kompetisi dengan kami di Cannes kemarin, namun hanya dihadiri oleh produsernya, koh See Heng.
Ada satu film yang saya kagumi dipemutaran ini, sebuah film pendek dari Vietnam yang Sutradaranya bernama Bao. Saya lupa apa judul filmnya, genrenya masuk ke experimental pokoknya. Adegan-adegan yang ditampilkan sangat aneh tapi komposisi warna dan setnya amboi bikin kepala heran. Salah satu adegan yang terngiang dalam pikiran saya adalah ketika seorang wanita telanjang bulat sedang berdiri terpaku sambil membawa sebuah ikan pecut super besar yang kira-kira panjangnya dua meteran, we o we banget lah. Nah, ketika ada tanya jawab dengan filmmaker, ditemukan fakta bahwa dalam membuat film-filmnya Mas Bao tadi tidak menggunakan film dari maestro-maestro sebagai inspirasi dan referensi seperti filmmaker kebanyakan, melainkan dengan lukisan dan fotografi. Pantes aja bentuk filmnya kaya lukisan gitu.
Setelah melihat semua film yang diputar, saya jadi sok-sokan menjadi juri dan berpikir, kayanya "Prenjak" yang menang deh. Bukan gimana-gimana, tapi saya merasa dari film-film yang saya tonton itu "Prenjak" mempunyai makna dan impresi yang lebih dalam daripada kandidat lainnya, bukan berarti yang lain njuk jelek yo ya, bukan. Ini juga jujur, bukan karena itu film saya juga. Memang pada suatu perlombaan pasti akan dicari pemenang dengan bibit bebet dan bobotnya paling baik diantara yang terbaik kan? Kadang ketika berada dalam kompetisi kita memang harus optimis, tapi harus dilihat dan dibandingkan dengan karya kandidat lainnya. Disitu lah saya belajar mengukur diri, introspeksi dan menganalisa, bukan membutakan dengan hati dengan perasaan harus menang. Intinya tahu diri dan tidak terobsesi untuk menang kalo memang kana kiri jelas lebih oke, daripada berekspektasi ndakik ndakik terus gelo to ya..



Setelah selesai pemutaran kami makan malam bersama disebuah foodcourt entah didaerah mana, Wintang yang membawa kami kesana. Beberapa kedai yang saya incar makanannya sudah pada tutup karena memang sudah terlalu larut malam. Waktu menunjukan pukul satu pagi, tak terasa karena sibuk berbincang. Ternyata hostel kami tak jauh dari foodcourt itu, jadi kemudian kami bersama-sama pergi ke arah Clarke Quay. Wintang, Mario dan Valen juga lebih mudah mendapatkan taksi dari daerah hostel kami. Sesampainya di Jembantan Clarke Quay kami tidak jadi pulang ke rumah masing-masing karena masih ingin bermain bersama dan tergiur oleh salah satu club yang berjarak dua rumah dari hostel saya.
Entah apa nama clubnya, kami membayar $25 perorang. Ternyata club yang kami datangi tidak terlalu besar, berlantai lengket dan toiletnya gak bisa dikunci hahaha. Valen mentraktir kami beberapa shot. Saya, Wregas, Wintang dan Mario menyudahi pukul 4 pagi, karena Wregas harus istirahat dan packing untuk flightnya ke Paris beberapa jam lagi. Rosa, Priyo dan Valen masih tetap terjaga hingga pukul 6 pagi. Ternyata dari dalam kamar saya suara dentuman musik club itu cukup terdengar namun sayup-sayup.
Ada cerita lucu saat kami berada di Art Gallery Singapore ini. Jadi ketika hendak registrasi sebelum pemutaran film, lewatlah sesosok wanita berpostur tinggi dan berambut pendek dihadapan saya, Pria juga melihatnya. Saya hanya membatin "Bu Naomi?". Setelah kami keluar gedung untuk menunggu pemutaran terjadilah perbincangan yang menghebohkan ini.
Pria: "Kalian tadi pada lihat gak sih?"
Rosa: "Liat apa, Pri?"
Pria: "Naomi Kawaze.."
Wregas: "Hah? Naomi Kawaze?? Masak??"
Ersya: "Weh? Jadi bener to itu tadi Naomi Kawaze, aku cuma mbatin aja sambil bingung.."
Wregas: "Woh woh woh mana mana? Masih ada gak?"
Pria: "Yo udah gak ada, tadi dia lewat pas kamu nulis diregistrasi."
Wregas: "Wah semprul! Kok gak ngasih tau??"
Pria & Ersya: "Lha kita wae yo bingung og.."
Buat yang belum tahu Naomi Kawaze itu siapa, bisa gugling digoogle dewe wae yak. Informasi tentang beliau banyak sekali, ndak usah tak suapin, makan sendiri aja hehe. Intinya dia adalah Sutradara wanita dari Jepang favoritnya Wregas Bhanuteja.
Kemudian Wregas kuciwa berat dengan peristiwa besar ia lewatkan tadi. Selesai menonton film kami kembali ke hostel untuk bersiap-siap menghadiri pemutaran film "Prenjak" di National Gallery Singapore, asli gedungnya keren parah!






Kami senang sekali pemutaran "Prenjak" disini dihadiri oleh teman-teman dekat yang memang berdomisili di Singapore untuk sekolah dan bekerja, ada Wintang & Mario, Valen & temannya, tak lupa juga Mas Tengku (sahabat Wregas dari kuliah) yang datang langsung dari Johor Baru. Dalam sesi kami terdapat 5 film pendek lain yang juga diputar. Salah satunya adalah film "Arnie" yang juga satu kompetisi dengan kami di Cannes kemarin, namun hanya dihadiri oleh produsernya, koh See Heng.
Ada satu film yang saya kagumi dipemutaran ini, sebuah film pendek dari Vietnam yang Sutradaranya bernama Bao. Saya lupa apa judul filmnya, genrenya masuk ke experimental pokoknya. Adegan-adegan yang ditampilkan sangat aneh tapi komposisi warna dan setnya amboi bikin kepala heran. Salah satu adegan yang terngiang dalam pikiran saya adalah ketika seorang wanita telanjang bulat sedang berdiri terpaku sambil membawa sebuah ikan pecut super besar yang kira-kira panjangnya dua meteran, we o we banget lah. Nah, ketika ada tanya jawab dengan filmmaker, ditemukan fakta bahwa dalam membuat film-filmnya Mas Bao tadi tidak menggunakan film dari maestro-maestro sebagai inspirasi dan referensi seperti filmmaker kebanyakan, melainkan dengan lukisan dan fotografi. Pantes aja bentuk filmnya kaya lukisan gitu.
Setelah melihat semua film yang diputar, saya jadi sok-sokan menjadi juri dan berpikir, kayanya "Prenjak" yang menang deh. Bukan gimana-gimana, tapi saya merasa dari film-film yang saya tonton itu "Prenjak" mempunyai makna dan impresi yang lebih dalam daripada kandidat lainnya, bukan berarti yang lain njuk jelek yo ya, bukan. Ini juga jujur, bukan karena itu film saya juga. Memang pada suatu perlombaan pasti akan dicari pemenang dengan bibit bebet dan bobotnya paling baik diantara yang terbaik kan? Kadang ketika berada dalam kompetisi kita memang harus optimis, tapi harus dilihat dan dibandingkan dengan karya kandidat lainnya. Disitu lah saya belajar mengukur diri, introspeksi dan menganalisa, bukan membutakan dengan hati dengan perasaan harus menang. Intinya tahu diri dan tidak terobsesi untuk menang kalo memang kana kiri jelas lebih oke, daripada berekspektasi ndakik ndakik terus gelo to ya..




Setelah selesai pemutaran kami makan malam bersama disebuah foodcourt entah didaerah mana, Wintang yang membawa kami kesana. Beberapa kedai yang saya incar makanannya sudah pada tutup karena memang sudah terlalu larut malam. Waktu menunjukan pukul satu pagi, tak terasa karena sibuk berbincang. Ternyata hostel kami tak jauh dari foodcourt itu, jadi kemudian kami bersama-sama pergi ke arah Clarke Quay. Wintang, Mario dan Valen juga lebih mudah mendapatkan taksi dari daerah hostel kami. Sesampainya di Jembantan Clarke Quay kami tidak jadi pulang ke rumah masing-masing karena masih ingin bermain bersama dan tergiur oleh salah satu club yang berjarak dua rumah dari hostel saya.
Entah apa nama clubnya, kami membayar $25 perorang. Ternyata club yang kami datangi tidak terlalu besar, berlantai lengket dan toiletnya gak bisa dikunci hahaha. Valen mentraktir kami beberapa shot. Saya, Wregas, Wintang dan Mario menyudahi pukul 4 pagi, karena Wregas harus istirahat dan packing untuk flightnya ke Paris beberapa jam lagi. Rosa, Priyo dan Valen masih tetap terjaga hingga pukul 6 pagi. Ternyata dari dalam kamar saya suara dentuman musik club itu cukup terdengar namun sayup-sayup.

Translate This Blog
FOLLOW ME
Labels Cloud
Analog Film
Anthro Journey
Bandung
Beach
Bed Time Story
Cave
Cita Rasa Dunia
College
Cultural Festival
Doodles
East Nusa Tenggara
Ethnosgraphia
Event
Exhibition
Film
Film Festival
Film Journal
Film Tourism
Hong Kong
Indonesia
Jakarta
Japan
Kyoto
Lagoon
Media
Museum
Photo Commission
Photo Exhibition
Photo Journal
Photo Series
Place to Stay
Press
Riau Archipelago
River
Singapore
Slice Of Life
Sumba
Tourist Village
Village
Vlog
Way Of Life
Yogyakarta
POPULAR POST
-
Terletak di Pulau Mursala, sebuah pulau yang diapit oleh Pulau Sumatra dan Pulau Nias, air terjun yang langsung bermuara ke Samudr...
-
Indonesia | 2016 | Color | 12 Minutes Diah took Jarwo to the warehouse at lunchbreak. She said that she needs some quick money. She ...
-
Tugas Dasar Fotografi pertama saya adalah membuat sebuah kamera. Wih canggih banget, baru masuk IKJ udah bisa bikin kamera? Iya, kamer...
Cari Blog Ini
Label
- Analog Film (9)
- Anthro Journey (1)
- Bandung (1)
- Beach (3)
- Bed Time Story (4)
- Cave (2)
- Cita Rasa Dunia (1)
- College (2)
- Cultural Festival (3)
- Doodles (1)
- East Nusa Tenggara (3)
- Ethnosgraphia (5)
- Event (8)
- Exhibition (4)
- Film (11)
- Film Festival (15)
- Film Journal (10)
- Film Tourism (1)
- Hong Kong (1)
- Indonesia (12)
- Jakarta (1)
- Japan (3)
- Kyoto (3)
- Lagoon (1)
- Media (9)
- Museum (2)
- Photo Commission (3)
- Photo Exhibition (1)
- Photo Journal (2)
- Photo Series (16)
- Place to Stay (1)
- Press (3)
- Riau Archipelago (1)
- River (3)
- Singapore (4)
- Slice Of Life (1)
- Sumba (3)
- Tourist Village (1)
- Village (1)
- Vlog (2)
- Way Of Life (1)
- Yogyakarta (12)