Mereproduksi identitas lama yang dikombinasikan dengan hal kekinian nampaknya sedang menjamur dikalangan anak muda dunia saat ini. Membawa nostalgia masa lalu dengan representasi baru yang mengedepankan motto ‘bring the old thingy to the next level’. Ternyata jarak jauh dan waktu yang lama mereka habiskan di negeri yang baru, tidak membuat nasionalisme mereka tidak pudar. Mereka tetap merasa sebagai orang Indonesia. Identitas formal tidak mereka butuhkan jika hanya ingin menyatakan dan menunjukkan bahwa mereka adalah orang Indonesia. Beberapa anak muda generasi ketiga dari diaspora Indo-Europeaan di Belanda yang mengenal Indonesia melalui cerita-cerita kakek nenek mereka, membawa kenangan tersebut untuk ‘pulang’ kembali ke Indonesia dalam rangka menelisik dan mengetahui jejak masa lalu keluarga mereka melalui perantara seni. Semakin jauh dari sumber kultural, maka semakin ia meromantisir masa lalunya (Abdullah, 2018)
Hal ini menarik karena adanya dislokasi budaya yang disebabkan oleh efek pernikahan campur atau pertukaran yang secara langsung terjadi karena perpindahan suatu masyarakat ke tempat yang baru. Virinder S. Kalra dan Raminder Kaur (2005) mengatakan bahwa ada keterkaitan antara diaspora dengan migrasi dan etnisitas. Imigran dalam studinya dikatakan sebagai komunitas dan ketika jumlah mereka semakin bertambah banyak dalam periode waktu tertentu, mereka tidak bisa kembali ke negara asalnya. Oleh karena itu, migrasi dan diaspora menurut Shuval (2000) menjadi elemen yang melekat erat dengan persoalan pembentukan identitas suatu bangsa dan menjadi bagian penting dalam struktur sosial pada komunitas etnik di berbagai negara.
Pembahasan mengenai migrasi dan diaspora dan kajian-kajian yang disebutkan dalam tulisan ini menunjukkan bahwa menemukan alasan pembentukan kembali kebudayaan Indonesia di masa sekarang dengan cara kontemporer dalam komunitas Indo dan bagaimana sebuah identitas masa lalu masih bisa melekat setelah sekian generasi mereka meninggalkan Indonesia. Tulisan ini akan membahas mengenai diaspora akan kaitannya dengan pembahasan migrasi transnasional dimana berbagai budaya yang mewarnai terjadinya proses pembentukan identitas baru di tempat baru di luar negara asalnya. Identitas adalah sebuah konstruksi sosial. Migrasi dan diaspora menjadi elemen yang melekat erat dengan konstruksi identitas dan menjadi bagian penting dalam struktur sosial pada komunitas etnik di berbagai negara. Namun pada era belakangan, konstruksi identitas terkait dengan hubungan antara komunitas diaspora dengan jaringan transnasional di negara asal nenek moyangnya yang menjadi mudah melalui sarana komunikasi, teknologi, dan transportasi yang lebih maju.
Diaspora dalam Literatur
Dalam kajian pustaka yang ditemukan, terdapat beberapa macam pokok bahasan yang saling berkaitan, yakni tentang hubungan diaspora dengan apa yang disebut “rumah”, memori-memori yang ada tentang asal usulnya dan identitas apa yang dibangun dengan adanya percampuran budaya yang dialami di negeri lain. Tak luput juga dengan bagaimana akhirnya seni pun turut andil dan berkonstruksi dengan apa yang ada di tempat yang berbeda dari asalnya. Berikut merupakan penjabaran dari tema-tema besar diatas:
Diaspora
Kata diaspora pada mulanya digunakan untuk menggambarkan pemusnahan paksa dan pemindahan orang-orang Yahudi, Armenia, dan Yunani. Clifford mendefinisikan karakteristik utama dari diaspora adalah penggabungan sejarah, penyebaran mitos ingatan dari tanah air dan pengasingan di negara tuan rumah. Pandangan para diaspora mewujudkan elemen-elemen khas migrasi, yakni dominasi pengalaman historis, transnasional, para migran hidup dalam ekspresi simbolik identitas dan mencapai status material tertentu. Individu diaspora sering memiliki kesadaran ganda, pengetahuan dan perspektif istimewa yang sejalan dengan postmodernitas dan globalisasi. Sifat dual atau paradoks dari kesadaran diaspora adalah kesadaran yang ditangkap antara 'di sini' dan 'di sana', atau di antara mereka yang berbagi akar dan dibentuk melalui multilocality. Kesadaran dan identitas individu diaspora mungkin terfokus pada keterikatan mereka dengan simbol-simbol etnis mereka dan mungkin terus terasa secara emosional dengan apa itu yang disebut 'tanah air.' Namun keterikatan dan sentimen semacam ini dialami bersamaan dengan keterlibatan dan partisipasi mereka dalam hal sosial, ekonomi, siltural, dan politik ke rumah mereka di negara tempat tinggal. Penggunaan dan ketersediaan ruang maya dan e-mail secara luas dapat lebih mengintensifkan ikatan, memperkuat sentimen dan menciptakan perbedaan dalam kesadaran dan identitas. Jadi, diaspora menghasilkan banyak kesadaran, sejarah, dan identitas yang menghasilkan perbedaan dan tantangan homogenitas, memediasi keterikatan yang berkelanjutan terhadap simbol-simbol warisan budaya dan etnis mereka.
'Rumah' & Memori dalam Diaspora
'Apa yang kita sebut masa lalu hanyalah fungsi dan produksi dari hadiah yang kontinu dan wacana' (Hirsch dan Smith 2002, 9). Para diaspora yang telah meninggalkan tempat kelahiran dan budaya yang dibawa keluarga mereka untuk membuat ‘rumah’ di bagian lain dunia pasti akrab dengan pertanyaan “Dari mana Anda berasal?” dan pasti akan dijawabnya entah dengan panjang lebar menjabarkan latar belakang atau jika malas berbelit-belit cukup dengan menjawab ‘rumah baru’ mereka. Kenangan membangun hubungan antara masa lalu dan masa lalu kolektif para diaspora (asal-usul, warisan, dan sejarah). Masa lalu dan masa kini adalah konstruksi sosial yang diperebutkan oleh mereka yang memiliki identitas, pengalaman, silsilah, dan sejarah yang berbeda. Hubungan antara masa lalu dan masa sekarang ini kompleks dan dinamis dengan makna dan interpretasi yang bergeser dengan waktu, tempat, dan konteks sosial. Hal ini sangat cair sebenarnya. Namun juga akan merefleksikan batas mental, sosial, dan fisik yang mungkin bergeser dan akan hilang. Hal ini penting 'untuk menyeberangi garis-garis kiasan seperti itu untuk menyeberang yang sebenarnya: tidak untuk didefinisikan oleh orang lain tentang di mana garis harus ditarik' (Rushdie 2002, 373). Ingatan dan redefinisi 'rumah' adalah gabungan dari etnis, nenek moyang, ingatan, cerita dan tempat (Hall, 1990) yang merupakan alat untuk membaca identitas.
Identitas & Multirasial dalam Diaspora
Fleksibilitas merupakan tantangan utama dalam masyarakat pluralis untuk menempatkan identitas di sekitar keterikatan dengan budaya di tempat yang baru. Isu-isu pembentukan identitas ini pada akhirnya menjadi tanggung jawab orangtua untuk membaurkan anak-anak mereka meniru apa yang mereka anggap sebagai perilaku yang sesuai dengan budaya asal sebagai alat untuk menopang diri dari arus budaya yang baru. Bagaimana orang tua dan anak-anak menyesuaikan diri dan beradaptasi dan berkontribusi di wilayah yang baru, hal ini akan menciptakan budaya hibrida. Bagaimana perjuangan para pemuda diaspora untuk memahami diri mereka sebagai warga negara ganda? Setiap masyarakat multikultural mewujudkan sebuah kewarganegaraan ke ‘komunitas yang dibayangkan’. Identitas multirasial adalah identitas diri dapat dibingkai oleh dua etnis (atau lebih), kelas, dan tempat yang berbeda. Dalam konteks multirasial, pengembangan identitas rasial, kinerja dan identifikasi diri merupakan hal yang kompleks dan dapat mengakibatkan meningkatnya tekanan, diskriminasi dan negosiasi identitas serta rintangan yang tidak harus dihadapi oleh individu monoracial. Seringkali individu multirasial memiliki pandangan yang berbeda terhadap dunia dengan individu monoracial. Para individu multirasial ini akan merasa tertekan untuk mengadopsi perspektif yang tidak sepenuhnya mencerminkan warisan mereka dan dapat diposisikan di antara atau di luar "konstruksi rasial" masyarakat atau "keduanya" dan ini individu dapat merasakan kebutuhan untuk "memilih" identitas dan menangani setiap tanggung jawab atau konsekuensi yang dihasilkan dari pilihan itu (Taylor & Nanney, 2011). Namun banyak juga diantara para anak-anak diaspora, mereka tidak mengidentifikasikan diri mereka merupakan setengah dari budaya A ataupun budaya B, namun sepenuhnya A dan B. Mereka melihat hal tersebut sebagai sesuatu yang lengkap, tidak setengah dari apa pun, tidak memiliki satu budaya atau yang lain. Karena identitas budaya "selalu dibangun melalui ingatan, fantasi, narasi dan mitos dan dalam garis lurus tak terputus, dari beberapa asal mula yang tetap ”(Hall, 1990, pp. 226).
Seni dalam Diaspora
Merupakan proses bricolage (dalam seni atau sastra: konstruksi atau kreasi dari beragam hal yang tersedia) budaya yang membentuk proses pembentukan seni kaum muda diaspora. Individu modern bar ini menjadi subjek interaksi simultan global dan lokal (glokal). Di zaman glokalisme, individu dan kelompok cenderung membentuk identitas baru dengan kembali ke asal. Dalam proses pembentukan identitas budaya ini, budaya 'otentik', etnisitas dan apa yang terkait dengan tanah air menjadi sumber penting dari politik identitas. Orientasi kembali ke tanah air dapat dianggap sebagai salah satu sumber utama identitas bagi pemuda diaspora. Pemuda diaspora cenderung melihat tanah air sebagai tempat berlindung untuk melindungi diri dari pengucilan dan ghettoisasi di ruang publik dan untuk menemukan rasa memiliki. Jembatan simbolis antara negara tempat bermukim dan tanah air dibangun dengan menggunakan perjalanan liburan, dengan mendengarkan musik, menonton video tentang kuliner dan berbagai macam seni yang sedang up date merupakan contoh bagaimana kemajuan sarana komunikasi dan transportasi transnasional melipatgandakan orientasi komunitas diaspora ke tanah air mereka. Namun melakukan perjalanan vakansi tetap menjadi aspek utama orientasi mereka ke tanah air. Perjalanan yang biasanya dilakukan tahunan ke ini selalu menjadi sumber hiburan bagi pemuda diaspora. Mungkin sebelumnya, alasan kembali adalah untuk mengunjungi kerabat namun dari perjalanan tersebut mereka menemukan suatu hal yang unik yang dalam hal budaya yang selama ini tidak mereka temukan di tanah kelahiran dan tempat dimana mereka dibesarkan, sehingga munculah romansa masa lalu tentang tanah air yang membawa mereka mengulik lebih dalam identitas tersebut melalui jalur kesenian dimana lebih mudah mereka terima dan dibawa kembali ke negara mereka tinggal.
__________________________________________________________________________________________________________
Daftar Pustaka:
Agnew, Vijay. (2005). Diaspora, Memory and Identity: A Search for Home. University of Toronto Press
Alfonso, Carolin; Kokot, Waltraud; Tölölyan, Khachig. (2004). Diaspora, Identity and Religion: New Directions in Theory and Research. USA & CA: Routledge
Arana, Jessica Maria Michel. (2014). Revealing Borderland Identities: Diaspora, Memory, Home, and Art. California State University, Northridge
Beaulieu-Boon, Hendrika H. (2009). So Far Away From Home : Engaging The Silenced Colonial : The Netherlands-Indies diaspora in North America. Leiden University
Elliot, Cheryl. (2007). Negotiating Identity in Diaspora: Memory and Belonging in Dionne Brand's Land to Light On and Austin Clarke's The Origin of Waves. The University of Manitoba
Hall, Stuart. (1994). Cultural Identity and Diaspora from Patrick Williams & Laura Chrisman. London: Harvester Wheatsheaf
Kaya, Ayhan. (1997). Constructing Diasporas: Turkish Hip-Hop Youth in Berlin. University of Warwick
Rushdie, Salman. (1981). Imaginary Homelands. London: Penguin Books
Taylor, Edward Burnett. 1974. Primitive Culture: Researches Into the Development of Mythology, Philosophy, Religion, Art, and Custom. Gordian Press
Tettey, Wisdom J.& Puplampu, Korbla P. (2005). The African Diaspora in Canada: Negotiating Identity and Belonging. University of Calgary Press
Wittermans, Tamme & Gist, Noel P. (1961). Urbanization and Integration of the Ambonese in the Netherlands. Retrieved from https://onlinelibrary.wiley.com/doi/10.1111/j.1533-8525.1961.tb01 90.x
https://historia.id/modern/articles/repatriasi-harga-mati-Drml6 https://historia.id/modern/articles/meniti-jalan-nasionalisasi-vQXGB https://id.wikipedia.org/wiki/Orang_Indo
https://historia.id/modern/articles/inilah-bidang-bidang-usaha-yang-dinasionalisasi-6joz1
https://fashionindustrybroadcast.com/2016/03/09/20-year-trend-cycle-next/
https://www.researchgate.net/publication/328609174_DIASPORA_DAN_IDENTITAS_KOMUNITAS_EKSIL_ASAL_INDONESIA_DI_BELANDA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar